Pemanfaatan SEPAKAT Untuk Pengentasan Kemiskinan, Pemulihan Sosial Ekonomi Daerah, Dan Mitigasi Covid-19

Sebagai langkah mitigasi pandemi Covid19, Bappenas RI memanfaatkan SEPAKAT untuk perkuat perencanaan pembangunan daerah. Yuk simak manfaatnya berikut ini!

SEPAKAT merupakan aplikasi berbasis web yang dapat menjadi solusi pemerintah daerah untuk melakukan diagnosis mandiri dalam menyusun kebijakan terkait kemiskinan yang berbasis data dan adaptif terhadap situasi terkini, termasuk pemulihan sosial dan ekonomi pasca pandemi Covid19.

Melalui SEPAKAT, pemerintah daerah dapat menemukan solusi atas analisis kondisi sosial ekonomi daerah masing-masing, meliputi mekanisme transmisi efek negatif, langkah mitigasi jangka pendek, dan langkah mitigasi jangka panjang.

Pemulihan sosial ekonomi pasca pandemi Covid19 tidak hanya mengakibatkan berkurangnya pendapatan, tetapi juga hilangnya pekerjaan, hingga munculnya kelompok miskin baru. Simak pertanyaan yang harus dijawab untuk memulai analisis kondisi sosial ekonomi berikut ini! SEPAKAT.

Sebagai jembatan penghubung pemanfaatan data dan sistem aplikasi perencanaan kebijakan pemerintah daerah, SEPAKAT menyediakan berbagai fitur yang memudahkan proses perancangan kebijakan.

Analisis penanganan Covid19 yang lebih lengkap dan komprehensif dapat dicapai dengan menelaah temuan data berikut ini Sepakat.

Yuk optimalkan SEPAKAT untuk merancang kebijakan mitigasi Covid19 yang tepat dan akurat di sepakat.bappenas.go.id!

PEMANFAATAN SEPAKAT UNTUK PENGENTASAN KEMISKINAN,

PEMULIHAN SOSIAL EKONOMI DAERAH, DAN MITIGASI COVID-19

JAKARTA – SEPAKAT atau Sistem Perencanaan, Penganggaran, Pemantauan, Evaluasi, dan Analisis Kemiskinan Terpadu merupakan aplikasi yang dirilis pada 2018 atas kerja sama Kementerian PPN/Bappenas dengan Pemerintah Australia melalui KOMPAK dan Bank Dunia. Menjadi jembatan penghubung pemanfaatan data dan sistem aplikasi perencanaan kebijakan pemerintah daerah, SEPAKAT menyediakan berbagai fitur yang memudahkan proses perancangan kebijakan yaitu analisis data kemiskinan yang dilengkapi berbagai pilihan produk statistik yang beragam, perencanaan dengan analisis masalah dan intervensi, penganggaran, monitoring pelaksanaan dan pencapaian kinerja pembangunan, dan evaluasi.

“Pada 2024, Bapak Presiden mengarahkan Indonesia mengentaskan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen atau zero extreme poverty. Dengan berbagai tantangan dan juga adanya pandemi Covid-19, diperlukan pendekatan yang tidak biasa dan memperkuat perencanaan berbasis bukti di tingkat daerah, dari tingkat provinsi sampai tingkat pemerintah desa, melalui pemanfaatan SEPAKAT,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.

SEPAKAT juga menjadi solusi pemerintah daerah untuk melakukan diagnosis mandiri dalam menyusun kebijakan terkait kemiskinan yang berbasis data dan adaptif terhadap situasi terkini, termasuk untuk pemulihan sosial dan ekonomi pasca pandemi Covid-19 yang tidak hanya mengakibatkan berkurangnya pendapatan masyarakat, tetapi juga hilangnya pekerjaan, sulitnya akses layanan dasar serta potensi jatuhnya penduduk rentan miskin ke dalam kelompok miskin. Dengan strategi intervensi yang tepat, kita bisa membidik tingkat kemiskinan di angka 9,7 hingga 10,2 persen atau 26,2 juta jiwa hingga 27,5 juta jiwa. Jika tanpa intervensi, tingkat kemiskinan bisa melonjak hingga 10,63 persen atau menjadi 28,7 juta jiwa. Di sinilah peran penting perumusan kebijakan yang berbasis data. Melalui SEPAKAT, pemerintah pusat dan daerah dapat menganalisis data kemiskinan sebagai panduan perencanaan dan penganggaran pembangunan yang pro-poor sebagai langkah mitigasi pandemi Covid-19.

“Rangkaian proses SEPAKAT dilakukan otomatis dengan pendekatan holistik, integratif, tematik dan spasial. Saat ini, SEPAKAT telah dimanfaatkan di 129 kabupaten kota dan 7 provinsi untuk penyusunan RPJMD, RKPD, strategi penanggulangan kemiskinan daerah, dan laporan pelaksanaan penanggulangan kemiskinan daerah,” tegas Menteri Suharso. SEPAKAT juga berkontribusi atas penyusunan strategi reformasi perlindungan sosial yang tengah disusun Kementerian PPN/Bappenas dengan prasyarat penyempurnaan data kemiskinan yang harus dimulai dari tingkat desa. Kementerian PPN/Bappenas juga mengusulkan penyusunan social registry dengan mencakup 100 persen penduduk yang dimulai dengan digitalisasi monografi desa.

*Disusun oleh Biro Humas dan Tata Usaha Pimpinan Kementerian PPN/Bappenas bekerja sama dengan Tim Komunikasi Pemerintah Kemenkominfo